Articles | Seni & Budaya | 14 Mar 2015

Legenda Gandrung Banyuwangi Dari Semi Sampai Supinah

Sadar atau tanpa sadar kita sering lupa betapa kayanya Indonesia akan seni dan budayanya disamping kekayaan dan keindahan alamnya yang merupakan daya tarik bagi kemajuan pariwisata jadi sepatutnyalah kita harus merawat dan melestarikannya.

Meneruskan perbincangan saya dengan budayawan Banyuwangi mas Budiosing kemarin kita membahas tentang Legenda Gandrung Banyuwangi yang ternyata sarat akan history dan filosofi serta perjuangan. Setelah keberadaan gandrung Marsan ( gandrung yang ditarikan oleh laki laki ) surut maka lahirlah Gandrung yang ditarikan oleh wanita.

Lebih dari satu abad yang lampau tepatnya sekitar tahun 1895, Semi anak ke 2 dari pasangan Pak Midin (asal Ponorogo) dan Raminah (asal Semarang) tampil sebagai penari gandrung wanita pertama yang ada di Banyuwangi, kemunculan gandrung Semi menandai berakhirnya era gandrung Marsan atau gandrung lanang di Bumi Blambangan.

Setelah gandrung Semi berturut turut disusul oleh adik adiknya yang bernama Suyati (anak ke 4), MISTI (anak ke 6), dan Miyati (anak ke 8). Dari ke 8 anak pasangan Pak Midin dan Raminah (5 perempuan dan 3 laki laki) yang perempuan hanya MIDAH (anak pertama) yang tidak pernah menjadi penari Gandrung. Setelah lebih dari satu abad berlalu telah ratusan lebih penari gandrung yang lahir dan bermunculan di bumi Blambangan ini.

Walau stigma miring pernah hinggap pada penari gandrung tapi dengan perjuangan serta dedikasi yang tinggi akhirnya kekayaan budaya ini bisa langgeng dan tetap tumbuh. Sebagai kesenian yang bisa dibilang paling tua di Banyuwangi keberadaan gandrung sudah menjadi identitas kota yang juga berjuluk sunrise of java ini, berkat jasa merekalah akhirnya Banyuwangi juga disebut sebagai kota Gandrung dan menjadi mascot kota ujung timur pulau jawa ini. Di era kepemimpinan Bupati Samsul Hadi (Alm) dan sekarang dilanjutkan oleh Bupati Abdullah Azwar Anas keberadaan kesenian Gandrung begitu hidup berbagai acara digelar seperti festival gandrung sewu yang sekarang juga menjadi daya tarik bagi wisatawan baik local maupun manca, seiring berjalannya sejarah dan geliat kesenian Gandrung maka bermunculanlah para penari gandrung legendaris Banyuwangi yang mempunyai ciri khas sendiri sendiri yang tidak bisa ditiru oleh yang lain, yang ini juga menandakan betapa kayanya khasanah budaya Indonesia khususnya Banyuwangi.

Menurut mas Budiosing seperti yang dipaparkan oleh sejarawan Bapak Hasan Ali tercatat ada 7 orang penari gandrung yang termasuk legendaris, mereka adalah Semi (gandrung pertama) Pikah, Aripah, Aenah, Temu, Pon, dan yang terakhir Supinah.

Seperti yang diceritakan oleh mas Budiosing mbah Aripah dia mempunyai keistimewaan dari segi fisik yang menarik sehingga konon kabar setiap pertunjukannya selalu dipenuhi oleh penonton, lain lagi Gandrung Aenah yang memiliki keistimewaan di gerak dan kemampuan menarinya yang bagus ditunjang fisik yang elok jadilah Gandrung Aenah bintang di eranya, gandrung Temu beliau memiliki ciri khas di suara yang akan susah di temukan dan ditirukan penari gandrung yang lain. Dan saya sendiri adalah pengagum Supinah dimana beliau sama seperti Gandrung Temu mempunyai kelebihan dan ciri khas di suara seperti mas Budiosing bilang analoginya adalah kalau Gandrung Temu itu klasiknya sedangkan Gandrung Supinah itu Pop nya. Dan mereka sudah melanglang buana ke berbagai Negara.

Itulah mereka dengan dedikasi yang tinggi merupakan berlian dalam khasanah budaya Indonesia. (Kuncoro Budi)

Photo Credit : Budiosing Setianto

TAGS:

LINKS: